Sebagai negara agraris, kehidupan mayoritas rakyat indonesia sangat dipengaruhi oleh bidang pertanian. Terutama dalam bidang perekonomian dan ketahanan pangan. Kestabilan bidang pertanian mengambil peran besar dalam menjaga stabilitas nasional. Menggeliatnya industri pangan karena pasokan bahan baku yang melimpah. sehingga juga berpeluang meningkatkan penyerapan tenaga kerja industri. Terbukanya pintu-pintu ekspor, daya tawar produk, dan penguasaan pasar internasional. Menekan inflasi, meningkatkan pendapatan perkapita, serta daya beli produk domestik.
Sementara kegagalan di bidang pertanian pasti sangat terasa pengaruhnya pada bidang-bidang yang lain. Sebagai contoh kecil, beberapa waktu terakhir ini, langkanya komoditi hasil pertanian seperti kedelai, cabai, bawang merah,dan bawang putih berdampak pada melambungnya harga komoditi tersebut. Padahal komoditi tersebut adalah bahan utama dalam berbagai macam produk industri, usaha kecil, maupun kebutuhan konsumsi langsung masyarakat. Sehingga harga jual produk meningkat, beban kebutuhan meningkat, sementara daya beli masyarakat semakin menurun.
Belum lagi anjloknya produksi pangan nasional, akibat penurunan produktifitas dan kualitas tanaman pangan. Dimana hal ini sebagai efek samping kebijakan revolusi hijau yang dimulai di masa orde baru. Peralihan sistem pertanian tradisional ke sistem pertanian instan. Dengan mengandalkan pupuk dan pestisida kimia, setelah beberapa dekade, terakumulasi residu dalam jumlah besar. Yang kemudian sangat merusak ekosistem, memiskinkan kandungan hara tanah, dan lebih fatal lagi meninggalkan pemikiran dan pemahaman yang keliru bagi petani tentang tata cara petanian ramah lingkungan dan berkelanjutan.
Sementara itu, persoalan lain muncul, jumlah lahan pertanian semakin menurun dengan adanya konversi lahan. Pada tahun 1993 pemilikan lahan pertanian rata-rata 0,86 ha/RTP. Menjadi 0,73 ha/RTP pada tahun 2002. Pada tahun 2003 di jawa jumlah Rumah Tangga Petani (RTP) 15,837 juta sementara luas lahan garapan 6,446 juta ha. Sehingga rata-rata luas garapan adalah 0,41 ha/RTP. Dan saat ini rata-rata luas garapan petani di indonesia hanya tinggal 0,251 ha/RTP.
Dengan kondisi demikian, tidaklah mudah mengurai benang kusut di bidang pertanian. Diperlukan kajian dan penanganan komprehansif dari berbagai pihak. Utamanya dalam hal ini adalah pemerintah sebagai penentu kebijakan strategis di bidang pertanian. Di sisi lain, petani juga harus memiliki kemauan untuk maju, merubah keadaan, dan bersatu dalam suatu kedaulatan pertanian.
Secara historis, masyarakat indonesia, terutama di pulau jawa, telah memiliki kearifan lokal dalam menjaga kekayaan dan kelestarian alam. Terutama dalam mengelola sumber daya pertanian. Pada masa lalu, masyarakat indonesia telah mengenal pupuk kompos sebagai asupan hara bagi tanaman, sistem pergiliran tanaman, perhitungan musim, penanaman tanaman sela, dan penggunaan pestisida nabati. Dan yang tidak kalah penting adalah perpaduan pertanian untuk mendukung peternakan, dan peternakan untuk mendukung pertanian. Meskipun dalam penerapannya masih tradisional, tetapi sebagai dasar pertanian ramah lingkungan dan berkelanjutan, hal ini adalah modal besar bagi pembangunan pertanian kedepannya.
Dalam perhitungan dan analisa, letak dan kondisi geografis indonesia sangat strategis untuk bidang pertanian. Tingginya curah hujan, memiliki dua musim, serta dataran rendah dan tinggi yang subur nan luas. Sementara secara sosiokultur, masyarakat indonesia terbiasa hidup gotong-royong, ulet, menjaga tradisi, termasuk dalam pelestarian alam dan pertanian. Hanya, dibutuhkan peningkatan SDM dan transfer teknologi ramah lingkungan dan berkelanjutan yang murah biaya, mudah diaplikasikan, dan terjangkau. Serta dukungan sarana prasarana, permodalan, dan pendampingan secara intensif untuk memberdayakan masyarakat petani.
Di awal era millennium, tengah marak dibicarakan pertanian terpadu. Bahkan Negara maju seperti jerman dan jepang jauh sebelumnya telah mengadakan penelitian secara intensif dan mengembangkan system tersebut. Apakah sebenarnya pertanian terpadu itu? Pertanian Terpadu adalah system pertanian yang dikembangkan bersamaan dengan peternakan yang berfungsi untuk saling mendukung di antara kedua bidang tersebut dengan berprinsip pada pelestarian lingkungan dan keberlanjutan. Oleh sebab itu dalam pertanian terpadu, budidaya tanaman dan peternakan yang dikembangkan adalah dengan cara organic dan mengadopsi teknologi ramah lingkungan.
Pertanian
terpadu, sebuah solusi mutlak untuk revolusi di bidang pertanian. Mengapa?
Pertama, kombinasi peternakan-pertanian merupakan simbiosis mutualisme, dimana
pertanian menghasilkan limbah pertanian yang berguna untuk sumber pangan bagi
peternakan, kemudian peternakan menghasilkan limbah yang berguna untuk sumber
pupuk kompos bagi tanaman. Dalam hal ini, limbah pertanian diolah secara
teknologi fermentasi untuk menjadi pakan murah, berkualitas, dan mengandung
nilai gizi yang lebih tinggi untuk makanan ternak. Sementara limbah kotoran
ternak diolah secara teknologi fermentasi menjadi pupuk kompos berkualitas,
ramah lingkungan, dan merupakan asupan hara dengan nilai yang tinggi. Kedua,
pertanian terpadu tidak membutuhkan biaya mahal, teori berbelit-belit, dapat
diterapkan oleh semua petani. Ketiga, daya dukung teknologi, sarana dan
prasarana, pembelajaran, dan pendampingan yang tidak rumit dan berbudget
rendah. Sudah seharusnya, pertanian terpadu menjadi program andalan
pemberdayaan di bidang pertanian.
![]() |
Tanaman Padi Sawah Organik |
Dapat kita ketahui, pertanian terpadu, dari pertanian akan menghasilkan produk tanaman pangan organik, serta mengembalikan kesuburan tanah yang disinyalir sebagai unsur peningkat kualitas dan produktifitas lahan. Sedangkan dari peternakan, akan menghasilkan produk daging/susu yang berkualitas, tidak menimbulkan polusi lingkungan karena kotoran dijadikan pupuk (zero waste). Keduanya, baik pertanian maupun peternakan merupakan sumber pendapatan bagi petani. Dengan demikian, peningkatan pendapatan petani diharapkan dapat meningkatkan taraf hidup petani. Sementara itu peningkatan hasil pertanian akan berpengaruh pada meningkatnya cadangan pangan nasional, dan peningkatan hasil peternakan akan berpengaruh pada meningkatnya cadangan daging nasional. Bahkan, tidak tertutup kemungkinan terjadi surplus, sehingga meningkatkan jumlah ekspor nasional.
Ada beberapa macam kombinasi peternakan-pertanian. Hal ini dipengaruhi oleh jenis pertanian, kondisi lingkungan, serta lokasi daerah setempat. Dalam kata lain jenis pertanian terpadu yang akan diterapkan menyesuaikan dengan kondisi lokal. Seperti, budidaya padi dengan peternakan sapi, budidaya padi dengan ternak kambing, budidaya polowijo dengan ternak sapi, budidaya polowijo dengan ternak kambing, budidaya sayuran dengan ternak kelinci, atau budidaya sayuran dengan ternak kambing, dll.
Jumlah ternak yang dikelola harus berimbang dengan luas lahan yang ditanami. Sebab nantinya, limbah pertanian akan dipergunakan untuk sumber pakan bagi ternak. Jika jumlah pakan terlalu berlimpah karena ternak yang dikelola sedikit, maka banyak sumber pakan yang terbuang sia-sia, sementara jika ternak terlalu banyak dibanding jumlah pakan yang ada, maka dibutuhkan pakan dari sumber ketersediaan yang lain.
Dalam sistim pengelolaan limbah pertanian, ada beberapa macam cara yang dapat dilakukan. Limbah pertanian basah dapat secara langsung diberikan sebagai makanan. Namun, pakan basah tidak dapat disimpan dalam jangka waktu lama. Umumnya petani tradisional mengeringkan limbah pertanian dan menaburinya dengan garam, kemudian disimpan dalam ruangan tertentu, atau ditumpuk di luar ruangan (jawa=gadang) dan diberi naungan. Saat ini dengan berkembangnya teknologi fermentasi, limbah pertanian difermentasi secara basah maupun kering untuk meningkatkan kualitas pakan. Fermentasi basah hanya dapat bertahan dalam hitungan hari. Sementara fermentasi kering dapat bertahan selama bertahun-tahun.
Fermentasi kering memiliki banyak kelebihan dibandingkan dengan fermentasi basah. Selain dapat disimpan selama bertahun-tahun, pakan dapat diolah secara mekanisasi sederhana dengan menambahkan beberapa jenis bahan pakan lainnya yang selanjutnya disebut dengan pakan konsentrat. Pakan konsentrat ini memiliki kandungan gizi terkontrol yang memiliki kualitas bagus untuk pertumbuhan dan perkembangan ternak.
Dalam sistim pengelolaan limbah peternakan, ada beberapa cara yang dapat diterapkan. Kotoran dapat secara langsung ditimbun di suatu tempat, setelah selama tiga bulan terfermentasi secara alami barulah dapat diaplikasikan sebagai pupuk kompos. Namun jika cara ini dipandang terlalu lama, dapat menggunakan organisme aktivator agar proses dapat dipercepat menjadi sebulan, seminggu, atau bahkan ada yang hanya tiga hari saja. Tergantung jenis organisme aktivator yang digunakan. Saat ini petani juga telah mulai mengenal probiotik ternak. Dengan probiotik penyerapan sari-sari makanan dalam pencernakan dapat ditingkatkan. Selain itu dapat menekan bau kotoran hingga 70 %. Sehingga menekan pencemaran lingkungan sekitar karena bau kotoran.
Selain menggunakan bantuan organisme, proses pengomposan dapat menggunakan bantuan cacing tanah. Cacing tanah yang digunakan umumnya jenis lumbricus rubellus. Cacing ini memiliki kemampuan mencerna hingga dua kali berat tubuhnya dalam satu hari. Perkembangbiakan yang relatif cepat dibanding dengan jenis yang lain. Cacing ditempatkan di suatu media dalam wadah yang dibuat sedemikian rupa, kemudian kotoran sapi basah dijadikan makanan cacing. Setelah dua sampai tiga bulan cacing dapat dipanen, dan kotoran cacing menjadi kompos dengan nilai kandungan hara tinggi, tekstur lebih remah, dan daya serap tanaman lebih tinggi. Cacing dewasa dapat dijual untuk bahan kosmetik, obat, dan pakan unggas/burung, atau pakan ikan. Sehingga merupakan sumber pendapatan tambahan bagi petani. Kelebihan lainnya adalah beternak cacing tidak membutuhkan biaya besar dan tempat luas. Sehingga sangat mungkin diaplikasikan oleh petani yang lahan peternakannya sempit.
Dengan keunggulan-keunggulan system pertanian terpadu tersebut, sudah semestinya ada sebuah keseriusan dari semua pihak untuk menjadikan pertanian terpadu sebagai program nasional di bidang pertanian. Pemerintah, seharusnya mampu menjadi pendorong utama dalam hal melahirkan kebijakan-kebijakan terkait, penyediaan sarana dan prasarana, serta bantuan permodalan. Sementara dalam hal teknis pelaksanaan dapat bekerja sama dengan berbagai pihak, seperti perguruan tinggi, LSM, atau lembaga yang berkompeten di bidangnya.
Dengan berpedoman pada ekonomi kerakyatan, sistem pertanian terpadu adalah sebuah model pemberdayaan masyarakat tani secara langsung dalam bidang ekonomi, SDM, dan pendidikan. Berbasis pada penguatan ekonomi masyarakat kelas bawah bahkan ekonomi lemah, dimungkinkan pula mendukung penguatan ekonomi masyarakat kelas menengah sampai atas. Sebab semuanya dimulai dari daya beli masyarakat kelas bawah, yang dalam hal ini petani adalah salah satunya.
Sayangnya, di Indonesia saat ini pertanian terpadu baru sebatas kajian, adapun masyarakat yang telah mampu menerapkan baru sedikit sekali. Pun demikian belum didukung oleh sarana dan prasarana yang memadai. Dalam tingkatan yang lebih besar, masih dikuasai oleh pihak swasta dengan permodalan besar. Pemerintah belum menentukan sebuah arah yang jelas bagi program nasional pembangunan pemberdayaan pertanian, masih mengambang dan terkesan lambat. Di sisi lain political will para elit politik kita belum mampu melihat dengan jelas persoalan dan aspirasi yang muncul di masyarakat bawah, sehingga penentuan kebijakan masih bersifat parsial, penuh kepentingan, atau mungkin memang karena belum menemukan jalan keluar untuk menyelesaikan persoalan.
Yang dibutuhkan adalah menentukan arah yang jelas dan terukur dalam merencanakan pembangunan pertanian di indonesia. Fokus pada level yang paling bawah (grassroot), khususnya petani di pedesaan. Dengan demikian, pemberdayaan pertanian dapat menjangkau lapisan paling bawah stakeholder di bidang pertanian. Dengan perencanaan yang matang dan komitmen yang tinggi dalam implementasinya, di masa mendatang swasembada pangan akan lebih mudah dicapai. Apalagi ancaman krisis pangan. Tentunya tidak perlu dirisaukan, sebab dimungkinkan Petani Indonesia telah mampu mencukupi cadangan pangan bagi negerinya sendiri.(asr).
No comments:
Post a Comment